Kini hanya ada rangkaian kata seandainya.

Selalu terhanyut dalam sebuah pusaran mimpi jika ku melihat tempat ini. Seakan semua damai. Tak ada masalah. Menenangkan. Sama seperti saat melihat senyumnya.
Tunggu. Kenapa bayangan masa lalu itu tiba-tiba berkelebat?
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku demi mengusir pikiran itu. Kembali ku arahkan mataku menuju air mancur yang sedang menari. Sesekali ku langkahkan kaki mendekat. Air mancur itu seakan menghipnotis.
Sepuluh meter mendekat, tiba-tiba aku tergugu. Menangis. Tiba-tiba saja kenyataan menghantamku. Seperti ada tinju telak menuju uluhati. Begitu menyakitkan.
Kenyataan pahit itu adalah bahwa aku tidak bisa mengulang waktu. Bahwa aku tidak bisa menyeret semua hal kembali. Bahwa yang sekarang ada hanyalah seandainya-seandainya.
Air mataku terus mengalir. Entah kenapa rasanya tidak bisa berhenti. Begitu pula pikiran yang terus berdentum-dentum.
Kenapa dulu aku begini? Kenapa dulu aku begitu? Kenapa aku dulu begitu tidak peduli? Kenapa dulu aku...
Seandainya dulu aku begini. Seandainya dulu aku begitu. Seandainya dulu aku tidak mengatakan hal ini. Seandainya dulu. Seandainya...
Kini hanya ada rangkaian kata seandainya.
Yang sampai kapanpun takkan pernah bisa mengmbalikan waktu.

Kadang Hanya Butuh Menangis

"Menangis gak akan menyelesaikan masalah"
Pendapat kebanyakan orang. Ya, gak ada yang salah soal itu. Emang menangis aja tuh gak akan menyelesaikan masalah.
Tapi kadang, yang kamu butuhin cuma menangis. Saat semuanya terasa menjadi masalah, terasa salah.
Kadang, kamu butuh menangis buat berpikir jernih.
Kadang, kamu butuh menangis buat  membersihkan hati dari segala dengki.
Kadang, kamu butuh menangis untuk melegakan hati. Mengeluarkan sebagian perasaan tertekan.
Buatku, ini terkadang efektif. Setidaknya meluap dulu emosi.
Baru setelah itu memikirkan cara untuk keluar dari masalah.
Tapi yang paling terpenting adalah, jangan lupa libatkan Allah dalam setiap perenungan, pengambilan jalan. Entah dapet kutipan darimana.